Advertisement
Your Ads Here
Tugas Bahasa Indonesia
Teks Ulasan Negeri 5 Menara
Negeri 5 Menara
Novel
Negeri 5 Menara adalah sebuah karya fiksi yang diangkat dari kisah nyata
seorang penulis berbakat Ahmad Fuadi. Film ini disutradarai oleh Affandi Abdul
Rachman dan di bintangi oleh Billy Sandy sebagai Baso dari Goa, Rizky Ramdan
sebagai Atang dari Bandung, Ernest Samudera sebagai Said dari Surabaya, Jiofani
Lubis sebagai Raja dari Medan, Aris Putra sebagai Dulmajid dari Madura. Film
ini diadaptasi dari sebuah novel dengan judul yang sama.
Film
“Negeri 5 Menara” berkisah tentang Alif, pemuda yang menghabiskan hidupnya di
tengah keluarga religius di Tanah Gadang. Ia bermimpi menjejakkan kaki di Pulau
Jawa dan masuk dalam barisan mahasiswa sebuah kampus terfavorit di Bandung
yakni ITB. Sayang, orang tuanya menganggap sia-sia kalau sudah sampai di Jawa,
Alif tidak menuntut ilmu agama. Jadilah Alif seorang murid Pondok Madani.
Untungnya, ada kelima sahabatnya yang sukses membuat Alif sedikit kerasan di
tengah peraturan yang mengikat dan kadang terkesan konyol. Mereka dipersatukan
oleh hukuman jewer berantai akibat terlambat datang ke masjid, sehingga membuat
Alif berteman dekat dengan Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari
Sumenep, Atang dari Bandung dan Baso dari Gowa. Mereka berenam selalu berkumpul di menara masjid
dan menamakan diri mereka Sahibul Menara alias para pemilik menara. Di bawah menara
masjid yang menjulang, mereka berenam sering menunggu Maghrib sambil menatap
awan lembayung yang berarak pulang ke ufuk. Di mata belia mereka, awan-awan itu
menjelma menjadi negara dan benua impian masing-masing.
Adanya
Ustaz Salman yang mendadak punya posisi signifikan dengan keberadaan Alif dan
kawan-kawannya. Ustaz Salman selalu tampil heroik ketika enam sekawan itu
terjepit dalam situasi lemah. Di awal, pengaruh Ustaz Salman begitu terasa
nyata dengan kalimat menggugah: “Man Jadda
Wajada”. Semangat yang di awal begitu terasa menggugah hati keenam sahabat
itu malah luruh begitu saja justru di saat keenamnya tersebut makin akrab.
Namun
ditengah keakraban mereka, Baso siswa asal Gorontalo, mungkin menyisakan sedikit
kesan yang berbeda jika dibandingkan lima tokoh lainnya. Ia tampak sederhana,
cerdas, dan bersahaja. Di balik kesederhanaannya itu, ada sisi yang begitu menyentuh
Alif dan kawan-kawan. Diantaranya Baso sukses meredam emosi-emosi Alif atau
teman-teman saat menemukan perselisihan. Pada saat Baso harus kembali ke kota
kelahirannya demi mengurus neneknya yang sakit keras. Kelima kawannya
mengelilinginya dengan wajah sedih, nyaris berlinang air mata.Baso sebagai
orang yang ditangisi terlihat santai dan tidak menahan beban. Peranannya hanya memberi
dampak pada jalan cerita dan merekatkan tokoh-tokoh lainnya. Kelekatan para
tokoh ini yang akhirnya membangun kehangatan antarpribadi.
Momen
yang satu per satu terjadi itulah yang membuat adanya pertemuan rasa nyaman,
persahabatan, dan juga nostalgia ambisi yang dibangun lewat ansambel pemain
film ini yang awalnya diambisikan oleh Baso. Namun karena sosok Baso telah
meninggalkan Pondok Madani, maka demi menghormati harapan si Baso, 5 sahabat
lainnya lah yang melanjutkan ambisi tersebut. Dan hasilnya sangat memuaskan
para penonton mereka.
Di
akhir film ditampilkan keberhasil mereka berenam berkat kerja keras dan
kesungguhan mereka sesuai dengan prinsip yang mereka jalankan belajar dengan
keikhlasan dan mengamalkan “Man Jadda
Wajada”.
Film Negeri 5 Menara disajikan dengan sangat baik,
karena memberikan pesan moral yang baik bagi penonton, akan tetapi masih
terdapat kelemahannya karena cerita terlalu banyak yang dipotong sutradara.
Sehingga cerita tidak tersampaikan dengan utuh. Banyak adegan-adegan yang ada
di dalam novel tidak disampaikan di dalam Film. Seperti: di dalam novel Alif
tidak ingin Sekolah di Pesantren tetapi ingin ke SMA, dan Ibunya tetap
bersikukuh menginginkan Alif sekolah di Pesantren. Kemudian Alif mendapat surat
dari Pamannya bahwa ada Pesantren di Jawa bernama Pondok Madani yang dapat
dijadikan pertimbangan Alif untuk melanjutkan sekolahnya. Lalu Alif pun
memenuhi keinginan Ibunya untuk sekolah di Pesantren tetapi dengan syarat dia
tidak mau sekolah di Pesantren Padang
tetapi ingin ke Pondok Madani. Mula-mula orang tuanya ragu akan tetapi karena
Alif bersikeras akhirnya mengizinkan. Berbeda dengan yang disajikan di film
karena di film justru orang tua Alif yang menginginkan Alif sekolah di Pesantren
Pondok Madani dan Alif sama sekali tidak menerima surat dari Pamannya. Itu
hanya salah satu contoh, karena banyak sekali cerita yang dipotong. Mungkin
sutradara sengaja memotong cerita karena kendala waktu tayang di bioskop yang
berdurasi hanya 1,5 jam atau 2 jam.
Secara
keseluruhan, film ini sangat terasa begitu akrab bagi penonton film Indonesia.
Tentunya dengan formula mujarab ini menginspirasi banyak orang mengenai
persahabatan, keikhlasan, kesungguhan atau kerja keras. Apalagi di Indonesia
yang terdiri dari berbagai daerah dan suku yang berbeda sangat cocok sekali
untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari yang penuh dengan perbedaan.
Selain itu, semangat yang dilandasi oleh keikhlasan, dan kerja keras dalam film
ini dapat memotivasi generasi muda untuk lebih baik menentukan masa depan yang
baik dengan pendidikannya.
Struktur Kalimat
Orientasi
Novel
Negeri 5 Menara adalah sebuah karya fiksi yang diangkat dari kisah nyata
seorang penulis berbakat Ahmad Fuadi. Film ini disutradarai oleh Affandi Abdul
Rachman dan di bintangi oleh Billy Sandy sebagai Baso dari Goa, Rizky Ramdan
sebagai Atang dari Bandung, Ernest Samudera sebagai Said dari Surabaya, Jiofani
Lubis sebagai Raja dari Medan, Aris Putra sebagai Dulmajid dari Madura. Film
ini diadaptasi dari sebuah novel dengan judul yang sama.
Penafsiran
Film
“Negeri 5 Menara” berkisah tentang Alif, pemuda yang menghabiskan hidupnya di
tengah keluarga religius di Tanah Gadang. Ia bermimpi menjejakkan kaki di Pulau
Jawa dan masuk dalam barisan mahasiswa sebuah kampus terfavorit di Bandung
yakni ITB. Sayang, orang tuanya menganggap sia-sia kalau sudah sampai di Jawa,
Alif tidak menuntut ilmu agama. Jadilah Alif seorang murid Pondok Madani.
Untungnya, ada kelima sahabatnya yang sukses membuat Alif sedikit kerasan di
tengah peraturan yang mengikat dan kadang terkesan konyol. Mereka dipersatukan
oleh hukuman jewer berantai akibat terlambat datang ke masjid, sehingga membuat
Alif berteman dekat dengan Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep,
Atang dari Bandung dan Baso dari Gowa. Mereka berenam selalu berkumpul di menara masjid
dan menamakan diri mereka Sahibul Menara alias para pemilik menara. Di bawah menara
masjid yang menjulang, mereka berenam sering menunggu Maghrib sambil menatap awan
lembayung yang berarak pulang ke ufuk. Di mata belia mereka, awan-awan itu
menjelma menjadi negara dan benua impian masing-masing.
Adanya
Ustaz Salman yang mendadak punya posisi signifikan dengan keberadaan Alif dan
kawan-kawannya. Ustaz Salman selalu tampil heroik ketika enam sekawan itu
terjepit dalam situasi lemah. Di awal, pengaruh Ustaz Salman begitu terasa
nyata dengan kalimat menggugah: “Man
Jadda Wajada”. Semangat yang di awal begitu terasa menggugah hati keenam
sahabat itu malah luruh begitu saja justru di saat keenamnya tersebut makin
akrab.
Namun
ditengah keakraban mereka, Baso siswa asal Gorontalo, mungkin menyisakan
sedikit kesan yang berbeda jika dibandingkan lima tokoh lainnya. Ia tampak
sederhana, cerdas, dan bersahaja. Di balik kesederhanaannya itu, ada sisi yang
begitu menyentuh Alif dan kawan-kawan. Diantaranya Baso sukses meredam
emosi-emosi Alif atau teman-teman saat menemukan perselisihan. Pada saat Baso
harus kembali ke kota kelahirannya demi mengurus neneknya yang sakit keras. Kelima
kawannya mengelilinginya dengan wajah sedih, nyaris berlinang air mata.Baso
sebagai orang yang ditangisi terlihat santai dan tidak menahan beban.
Peranannya hanya memberi dampak pada jalan cerita dan merekatkan tokoh-tokoh
lainnya. Kelekatan para tokoh ini yang akhirnya membangun kehangatan
antarpribadi.
Momen
yang satu per satu terjadi itulah yang membuat adanya pertemuan rasa nyaman,
persahabatan, dan juga nostalgia ambisi yang dibangun lewat ansambel pemain
film ini yang awalnya diambisikan oleh Baso. Namun karena sosok Baso telah
meninggalkan Pondok Madani, maka demi menghormati harapan si Baso, 5 sahabat
lainnya lah yang melanjutkan ambisi tersebut. Dan hasilnya sangat memuaskan
para penonton mereka.
Di
akhir film ditampilkan keberhasil mereka berenam berkat kerja keras dan
kesungguhan mereka sesuai dengan prinsip yang mereka jalankan belajar dengan
keikhlasan dan mengamalkan “Man Jadda
Wajada”.
Evaluasi
Film Negeri 5 Menara disajikan dengan sangat baik,
karena memberikan pesan moral yang baik bagi penonton, akan tetapi masih
terdapat kelemahannya karena cerita terlalu banyak yang dipotong sutradara.
Sehingga cerita tidak tersampaikan dengan utuh. Banyak adegan-adegan yang ada
di dalam novel tidak disampaikan di dalam Film. Seperti: di dalam novel Alif
tidak ingin Sekolah di Pesantren tetapi ingin ke SMA, dan Ibunya tetap
bersikukuh menginginkan Alif sekolah di Pesantren. Kemudian Alif mendapat surat
dari Pamannya bahwa ada Pesantren di Jawa bernama Pondok Madani yang dapat
dijadikan pertimbangan Alif untuk melanjutkan sekolahnya. Lalu Alif pun
memenuhi keinginan Ibunya untuk sekolah di Pesantren tetapi dengan syarat dia
tidak mau sekolah di Pesantren Padang
tetapi ingin ke Pondok Madani. Mula-mula orang tuanya ragu akan tetapi karena
Alif bersikeras akhirnya mengizinkan. Berbeda dengan yang disajikan di film
karena di film justru orang tua Alif yang menginginkan Alif sekolah di
Pesantren Pondok Madani dan Alif sama sekali tidak menerima surat dari
Pamannya. Itu hanya salah satu contoh, karena banyak sekali cerita yang
dipotong. Mungkin sutradara sengaja memotong cerita karena kendala waktu tayang
di bioskop yang berdurasi hanya 1,5 jam atau 2 jam.
Rangkuman
Secara
keseluruhan, film ini sangat terasa begitu akrab bagi penonton film Indonesia. Tentunya
dengan formula mujarab ini menginspirasi banyak orang mengenai persahabatan,
keikhlasan, kesungguhan atau kerja keras. Apalagi di Indonesia yang terdiri
dari berbagai daerah dan suku yang berbeda sangat cocok sekali untuk diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari yang penuh dengan perbedaan. Selain itu, semangat
yang dilandasi oleh keikhlasan, dan kerja keras dalam film ini dapat memotivasi
generasi muda untuk lebih baik menentukan masa depan yang baik dengan
pendidikannya.
Kaidah Kebahasaan
A. Kosakata
1.
Signifikan
: Yang dijadikan
anutan; perbedaannya kecil sekali
2.
Durasi : Lamanya sesuatu
berlangsung; rentang waktu
3.
Bioskop : Gedung tempat
pertunjukan film cerita
4.
Ambisi : Keinginan (hasrat,
nafsu) yang besar untuk menjadi (memperoleh,
mencapai) sesuatu (seperti pangkat, kedudukan) atau melakukan sesuatu
5.
Nostalgia : Kerinduan (kadang-kadang
berlebihan), kenangan manis pada masa yang telah lama silam.
6.
Heroik : Bersifat pahlawan
7.
Pesantren : Asrama tempat
santri atau tempat murid-murid belajar mengaji dan pondok
8.
Awan
lembayung : Awan sore yang berwarna
merah jingga
9.
Inspirasi : Ilham
10.
Religius : Bersifat keagamaan
11.
Ansambel : Kelompok pemain musik
(penyanyi) yang bermain bersama secara tetap
12. Adaptasi :
Penyesuaian thd lingkungan, pekerjaan, dan pelajaran.
B. Istilah
Bahasa Asing
1.
Man Jadda Wajada
2.
Sahibul
C. Verba dan
Nomina
Kata Dasar
|
Verba
|
Nomina
|
anggap
|
menganggap
|
anggapan
|
beri
|
memberi
|
pemberian
|
tuntut
|
menuntut
|
tuntutan
|
urus
|
mengurus
|
urusan
|
sentuh
|
menyentuh
|
sentuhan
|
patuh
|
memenuhi
|
patuh
|
nama
|
menamakan
|
penamaan
|
izin
|
mengizinkan
|
pengizinan
|
bangun
|
membangun
|
pembangunan
|
D. Antonim
Kata
|
Antonim
|
perbedaan
|
persamaan
|
kelemahan
|
kelebihan
|
persahabatan
|
permusuhan
|
melanjutkan
|
mengulang
|
lemah
|
kuat
|
memberi
|
meminta
|
mengizinkan
|
melarang
|
dipersatukan
|
dipisahkan
|
E. Sinonim
Kata
|
Sinonim
|
menatap
|
melihat
|
mengurus
|
memelihara/merawat
|
cerdas
|
pintar
|
F. Pronomina
1.
Ia bermimpi menjejakkan kaki di
Pulau Jawa….
2.
…
di saat keenamnya tersebut makin akrab.
3.
Kelima
kawannya
mengelilinginya dengan wajah sedih….
G. Konjungsi
a.
Konjungsi Koordinatif
1.
Mereka
berenam selalu berkumpul di menara masjid dan menamakan diri mereka Sahibul
Menara alias para pemilik menara.
2.
Diantaranya
Baso sukses meredam emosi-emosi Alif atau teman-teman saat menemukan
perselisihan.
3.
… Alif tidak
ingin Sekolah di Pesantren tetapi ingin ke SMA ….
b.
Konjungsi Subordinatif
1.
… mungkin menyisakan sedikit kesan yang berbeda jika dibandingkan lima
tokoh lainnya.
2.
Namun, karena sosok Baso telah meninggalkan Pondok Madani, ….
3.
… Pondok Madani, maka demi menghormati harapan Baso, 5 sahabat lainnya lah yang
melanjutkan ambisi tersebut.
c.
Konjungsi Korelatif
1.
Film Negeri
5 Menara disajikan dengan sangat baik, karena memberikan pesan moral yang baik
bagi penontonnya yang muda maupun tua, ….
d. Konjungsi
Antarkalimat
1. Akan
tetapi masih terdapat kelemahannya karena cerita terlalu banyak yang
dipotong sutradara. Sehingga cerita tidak tersampaikan dengan utuh.
H. Preposisi
1. Film “Negeri 5
Menara” berkisah tentang Alif, pemuda yang menghabiskan hidupnya di tengah keluarga religius di
Tanah Gadang.
2.
Ia bermimpi menjejakkan kaki di Pulau Jawa dan masuk dalam
barisan mahasiswa sebuah kampus terfavorit di Bandung yakni ITB.
3.
Mereka dipersatukan oleh hukuman jewer berantai akibat terlambat datang ke
masjid.
4.
Ernest Samudera sebagai Said dari Surabaya, Jiofani Lubis sebagai
Raja dari
Medan
5.
Pada
saat Baso harus kembali ke kota kelahirannya demi mengurus neneknya yang sakit
keras.
6.
Sehingga membuat Alif berteman dekat dengan Raja dari Medan, Said dari
Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan Baso dari Gowa.
7.
Film ini sangat terasa begitu akrab bagi penonton film Indonesia.
I. Artikel
1.
Namun karena sosok Baso telah meninggalkan Pondok Madani, maka demi menghormati
harapan si Baso
J. Kalimat Simpleks dan Kompleks
a.
Kalimat Simpleks
1. … pemuda yang menghabiskan
hidupnya di tengah keluarga religius di Tanah Gadang.
b.
Kalimat Kompleks
1. Mereka berenam selalu berkumpul
di menara masjid dan menamakan diri mereka Sahibul Menara
alias para pemilik menara.
1. Setujukah
kalian bahwa film ini sangat inspiratif? Mengapa?
Setuju, karena film ini mengajarkan
bahwa bermimpi setinggi-tingginya itu baik sehingga dapat mendorong kita untuk lebih semangat dan
bersungguh-sungguh.
2. Apakah
film ini mengandung nilai-nilai pendidikan? Apa saja?
Iya, yaitu keikhlasan dalam belajar,
kedisiplinan, dan sungguh-sungguh dalam belajar.
Advertisement
Your Ads Here
0 Comments