Advertisement
Your Ads Here
Kado Terbaik-Nya Untukku
Karya : AF
Seharian suntuk ditemani bisnis baruku,
membuatku lelah. “Ibu, dan Anna pasti sudah menungguku di rumah” Pikirku.
Akupun pulang ditemani sopir pribadiku yang belum lama ini bekerja denganku. Di
tengah perjalanan pulang, mobil yang kami kendarai tiba-tiba mogok. Aku dan
sopir baruku itu keluar dari mobil untuk memeriksa penyebab dari masalah yang
baru saja kami hadapi ini. Sementara dia tengah melihat-lihat apa yang salah
dengan mobil yang sedang kami kendarai ini, sesekali aku menoleh lingkungan di sekitarku
untuk mencari bengkel terdekat. Namun, aku tersentak pada sebuah bangunan tua
tepat di seberang jalan sana. “Ya, aku ingat” Ujarku dalam hati. Bangunan tua
itu sangat bersejarah bagiku. Bangunan tua itu adalah tempat di mana aku, Ayah,
Ibu, dan Anna menginap saat menghabiskan liburan belasan tahun yang lalu.
Tiba-tiba terlintas dalam benakku saat lima
belas tahun yang lalu, di mana aku sedang duduk di bangku SD. Saat itu kami
sekeluarga sedang mengadakan liburan di pantai yang letaknya tidak jauh dari
hotel yang sedang ku lihat ini. Pantai itu salah satu pantai yang sangat indah
di provinsi kami. Di sana Ayah, Ibu, aku, dan Anna sedang menikmati indahnya
matahari terbenam. Malam pun tiba, kami segera beranjak untuk menunaikan ibadah
solat tepatnya maghrib dan isya’. Usai solat aku langsung keluar sambil membawa
buku catatan harianku. Namun tak sengaja olehku, terdengar suara Ayah dan Ibu
yang sedang membicarakan masalah penyakit kanker darah.
“Bu, penyakit yang sekarang meyerang Ayah
sepertinya semakin parah? sampai-sampai dokter pun memfonis umur Ayah hanya
sisa beberapa bulan saja. Ucap Ayah sambil mengeluh. “Ahh, Ayah ini jangan
bicara seperti itu, Ibu yakin sebentar lagi Ayah pasti sembuh kok??”, jawab Ibu. “Tapi kali ini Ayah merasakan sesuatu yang
agak beda, Ayah merasa umur Ayah sudah tidak lama lagi.” Ujar Ayah. “Ayah pasti
kuat demi Ibu dan anak-anak ! Jawab Ibu”. Mendengar percakapan itu aku pun
langsung menghampiri Ayah, sambil duduk di pangkuannya aku pun bertanya “Ayah
sakit apa?”. Dan Ayah pun menjawab “Ayah
sehat kok nak” (dengan ekspresi meyakinkan). Aku pun percaya dengan ucapan Ayah
saat itu.
Malam
semangkin larut, Ayah pun mengantarku ke kamar lalu membacakan kisah para nabi
yang menjadi dongengku sebelum aku terlelap. Setelah membacakan cerita itu Ayah
selalu mengajakku untuk berdoa dan mecium keningku sebelum tidur.
Tepat pukul dua malam aku pun terbangun hendak
buang air kecil, namun lagi-lagi aku mendengar keluhan Ayah mengenai
penyakitnya itu. Ayah yang kulihat saat itu berbeda dari hari-hari sebelumnya. Ayah
meneteskan air mata saraya meminta pertolongan akan musibah yang menimpanya.
Aku pun kembali bertanya kepada Ayah, namun Ayah tetap menjawab dengan jawaban
yang sama. Aku pun semakin curiga dengan penyakit yang diderita Ayah.
Mentari mulai menyinari pagi ini, kami pun
siap untuk beranjak ke pantai. Awalnya aku sangat takut dengan pantai, namun
setelah Ayah mengajakku untuk untuk bermain air dan mengajariku berenang. Aku
jadi senang bermain-main di pantai bersama Ayah, Ibu tidak ikut bermain karena
harus menjaga Anna yang sedang menangis sambil bermain pasir.
Matahari mulai membakar kulitku. Dengan berat
hati aku pun harus mengakihiri permainan ini. Dan kami pun kembali ke tempat
penginapan yang tak jauh dari pantai itu.
Aktivitas melelahkan di pantai membuatku tidur
pulas pada malam itu. Begitu juga Anna, biasanya dia selalu tidur larut malam
kali itu iya pun tidur lebih awal dari biasanya.
Keesokan paginya kami harus pulang ke rumahku.
Sudah tak sabar rasanya ingin pulang ke rumah. Setiba di rumah kami pun memulai
kembali aktivitas harian yang sering kami lakukan dihari libur biasanya seperti
berkebun dan membersihkan halaman.
Enam bulan kemudian saat pengumuman kelulusan
SD, aku dan Ayah pun menunggu di sebuah kursi dalam ruang kelas tepatnya di pojok
paling belakang karena kami terlambat datang. Hehe, sudah maklum soalnya jarak
rumahku dengan sekolah cukup jauh. Jadi memerlukan waktu yang cukup lama untuk
tiba di sekolah.
Pengumuman pun dibacakan, dan Alhamdulillah
aku memperoleh nilai tertinggi saat itu. Ayah pun langsung memelukku seraya
merasakan kebahagian yang tak terduga datang tiba-tiba. Begitu pula guru-guruku.
Sungguh senang rasanya saat ini aku bisa membahagiakan setiap orang yang
menyayangiku. Tak lupaku sentuhkan keningku ke lantai sebagai ucapan terimakasihku
kepada Tuhan YME.
Setiba di rumah Ibu sangat senang mendengar
berita bahagia ini, namun tiba-tiba Ayah terjatuh tak sadarkan diri. Ibu
langsung bergegas menghubungi dokter. Begitu paniknya suara tangisan di mana-mana,
semua khawatir akan keadaan Ayah. Setibanya dokter langsung memeriksa keadaan Ayah,
dan memberikan obat untuk Ayah.
Setiap hari Ayah harus memakan obat yang diberikan.
Apabila tidak diberikan sekali saja, Ayah bisa sakit lagi.
Pagi itu Ayah meminta bantuan kepadaku untuk
membelikan obat Ayah. Aku pun lansung ke apotek dengan sesegera mungkin. Dan
menyerahkan obat yang sudah Ayah pesan. Setelah Ayah meminum obat itu penyakit Ayah
mulai kambuh lagi dengan penyakitnya itu, aku pun merasa takut. Dan segeraku panggil
Ibu. Kami segera membawa Ayah ke rumah sakit terdekat untuk mendapat penanganan
yang baik.
Seminggu sudah Ayah dirawat di rumah sakit,
dan keadaannya Alhamdulillah sudah pulih kembali. Kami berencana untuk pulang
ke rumah besok hari hal ini didasari oleh saran dokter.
Malam pun tiba, kami sekeluarga membaca Yasin bersama. Aku baru ingat bahwa
besok merupakan hari ulang tahunku. Kuingin besok Ayah bersamaku meniup liin di
atas kue black forest favoritku. Dan
momen kebahagian ulang tahunku bisa terlaksana seperti tahun-tahun sebelumnya.
Pukul 03.24 tepatnya hari jumat tanggal 22 Maret
2014, Ayah dan Ibu membuat kejutan untukku mereka memberikanku hadiah yang
sangat besar. Aku merasa bangga telah memiliki orangtua yang baik seperti
mereka. Satu persatu di antara mereka pun mendoakanku. Ibu yang pertama kalinya
lalu setelah itu baru Ayah.
Setelah Ayah mendoakanku dan mencium keningku.
Ayah langsung terjatuh tak sadarkan diri lagi. Dan Ayah pun menghembuskan nafas
terakhirnya di hari ulang tahunku.
Hari ulang tahunku pun di sambut oleh
keramaian orang. Namun bukan untuk merayakan ulang tahunku, tapi melepas
kepergian Ayahku. Hari ini merupakan hari terakhir ulang tahunku dirayakan
bersama Ayahku.
Kepergian Ayah membuat kami merasa kesepian.
Namun, aku yakin Tuhan pasti mempunyai rencana yang jauh lebih baik di balik
semua ini.
“Silahkan masuk pak, mobilnya sudah siap” Ucap
sopirku. Suara itu membuyarkan lamunanku. Aku pun masuk ke dalam mobil tanpa
menaggapi ucapan sopirku.
“Jika saja Ayah berada di sampingku saat ini,
takkan kubiarkan sedetik pun waktuku
berlalu tanpa bersamanya” Erangku dalam
hati.
Tak terasa kami pun tiba di rumah, Ibu dan
Anna pun menyambutku dengan setumpuk makanan yang lezat favoritku. Canda dan
tawa pun menghiasi makan siang kami.
Advertisement
Your Ads Here
0 Comments